Pengembangan game Dragon Age: The Veilguard , judul terbaru dari seri RPG epik garapan BioWare, penuh dengan cerita menarik dan tantangan besar. Proses pengembangan yang dimulai bertahun-tahun lalu ini telah mengalami berbagai perubahan dan pergeseran fokus hingga akhirnya menciptakan game yang lebih berfokus pada pengalaman single-player, dengan nuansa gameplay yang fresh dan cerita yang kompleks. Mari kita lihat lebih dalam proses panjang yang dilalui game ini hingga akhirnya mendekati tahap peluncurannya.
Proyek Dragon Age ini awalnya memiliki kode nama “Joplin” dan direncanakan sejak tahun 2015. Pada awal pengembangannya, proyek ini dipimpin oleh Mike Laidlaw sebagai direktur kreatif, yang ingin membuat Dragon Age berikutnya lebih fokus pada cerita dan elemen naratif daripada dunia besar yang penuh eksplorasi. Game ini dirancang dengan lebih sederhana tetapi mendalam, berfokus pada wilayah Tevinter Imperium dan menjanjikan petualangan yang lebih intimate dibandingkan dengan judul sebelumnya seperti Inquisition.
Sayangnya, pengembangan Joplin terganggu oleh berbagai proyek lain, seperti Mass Effect: Andromeda dan Anthem, yang membutuhkan tenaga pengembang utama dari tim Dragon Age. Alhasil, proyek Joplin sempat tertunda dan kemudian diputuskan untuk dihentikan pada 2017. Alasan utama penghentian ini adalah karena proyek tersebut dianggap tidak sesuai dengan model bisnis “live service” yang diinginkan oleh Electronic Arts (EA), perusahaan induk BioWare.
Setelah penghentian Joplin, pengembangan Dragon Age dilanjutkan kembali pada 2018 dengan kode nama baru “Morrison.” Di tahap ini, proyek mengalami perombakan signifikan, dengan EA menambahkan elemen live service agar game online gratis ini memiliki opsi monetisasi jangka panjang melalui konten tambahan setelah peluncuran. Namun, pendekatan ini kembali mengalami tantangan besar. Banyak anggota tim inti Dragon Age meninggalkan proyek, termasuk Laidlaw yang meninggalkan BioWare setelah pembatalan Joplin. Kondisi ini memicu kekhawatiran di antara para penggemar, yang mengkhawatirkan masa depan game ini.
Di tengah pengembangan “Morrison,” muncul satu titik terang: kesuksesan Star Wars Jedi: Fallen Order, game single-player tanpa elemen live service, yang dirilis oleh EA pada 2019. Kesuksesan game ini membuat EA mempertimbangkan kembali model monetisasi dan akhirnya memutuskan untuk menghapus elemen multiplayer dari Dragon Age: The Veilguard. Keputusan ini disambut baik oleh komunitas penggemar Dragon Age karena game bisa kembali ke akar naratifnya yang kuat, tanpa terlalu fokus pada aspek layanan online.
Proses pengembangan Dragon Age: The Veilguard tidak hanya dipengaruhi oleh keputusan EA soal monetisasi, tetapi juga dipersulit oleh tingginya tingkat pergantian staf. Beberapa staf kunci yang telah bekerja lama di BioWare dan punya peran penting dalam seri ini meninggalkan proyek. Pergantian staf ini memengaruhi konsistensi visi dan arah pengembangan, sehingga proyek memerlukan waktu lebih lama untuk mencapai target yang diinginkan.
SOULIDIFIEDLIVE - Setelah beberapa tahun di tengah ketidakpastian, kini Dragon Age: The Veilguard semakin mendekati tahap peluncuran. Dengan pendekatan baru pada pertarungan berbasis real-time yang terinspirasi dari game God of War, BioWare berharap bisa membawa pengalaman bermain yang segar namun tetap berakar pada nuansa dan kedalaman cerita Dragon Age. Fokus pada single-player dan penghapusan live service menunjukkan BioWare ingin menghadirkan pengalaman yang lebih dekat dengan ekspektasi para penggemar setia mereka.
Melalui semua tantangan yang dihadapi, Dragon Age: The Veilguard menjadi bukti ketangguhan tim BioWare dalam menghadirkan kisah epik dan mendalam yang diharapkan akan memenuhi ekspektasi pemain setia.